Hello Everyone, How are you guys? Long time no see. Maaf sudah jarang ngobrol padahal udah janji sama diri sendiri mau buat postingan sebulan sekali, tapi masih belum bisa terpenuhi juga. Sorry. Kali ini balik dengan cerita pendek baru wohoo. hopefully you enjoy this. Ini adalah cerpen pertama yang selesai dan ditulis sedikit ada tekniknya. Masih belajar sih. semoga kalian suka sama cerpen ini ya, dan jangan lupa untuk tetep jaga kesehatan kalian.
***
![]() |
Source: https://www.hitched.co.uk/ |
Hanya satu nama yang aku pikirkan saat situasi seperti ini.
Dia adalah Bintang. Pacarku, yang mungkin sudah sangat bosan mendengarkan
curhatku. Namun senangnya, dia tetap mendengarkannya. ‘enggak kok, aku ga
bosen, malah aku seneng dengerin ocehan kamu’ jawabnya setiap kali aku tanyakan
apakah dia tidak bosan selalu mendengarkan curahan hati dan emosi ku. Beruntunglah
aku memiliki pasangan sepengertian dia, dan lagi ada saja tingkahnya yang selalu
bisa membuatku tersenyum. Disinilah kami, Bukit Semesta, sebenarnya bukan itu Namanya,
namun kami menamai nya seperti itu. Bukit Semesta adalah tempat dimana kami
sering menghabiskan waktu bersama hanya untuk melihat langit malam dengan
hiasannya yang sangat cantik. Aku sangat menyukai pemandangan ini, sangat
menenangkan buatku.
Sesampainya aku di Bukit Semesta, benar saja dugaanku. Bintang
ada disana. Aku disambut dengan senyumannya yang manis itu. Aku membalas
tersenyum. Dengan Langkah yang sedikit berat aku berjalan dan duduk dibawah pemandangan
bintang yang sangat jelas. Setelahnya aku menjatuhkan tubuhku, memejamkan mataku
sejenak. Bintang tidak berbicara. Hening suasana saat ini. Aku menarik nafasku panjang
dan membuka mataku, aku melihat ke arah Bintang dan dia melihat kearahku. Aku masih
terdiam. ‘Bi..’ panggilku. Bintang masih menatapku, menunggu aku memulai
pembicaraan. Begitulah dia, dia mengerti orang yang disayangnya ini sedang berada
dalam situasi yang kurang baik. Dia dengan sabarnya akan menunggu gadisnya siap
untuk bercerita.
‘Bi..’ panggilku lagi kepada Bintang, dan dia tetap diam.
‘Rasanya aku mau kabur aja dari dunia..’
Suaraku sudah mulai bergetar ‘Aku merasa sepertinya memang
udah engga ada lagi tempat untuk pulang, rasanya aku sudah lelah harus menjalani
hidup seperti ini’ Aku mulai bercerita. Aku menceritakan hal yang selalu
membuatku merasa berat dan tidak nyaman. Bintang sudah pasti bisa menebaknya,
masalah apa yang sedang aku alami saat ini.
Aku mengingat kembali bagaimana situasinya saat itu. Aku
pulang kerumah dari lelahnya bekerja berharap bisa beristirahat sambil
melanjutkan drama yang belum selesai kutonton. Baru saja aku sampai depan rumah
aku sudah mendengar suara teriakan dari pasangan yang ada di dalam rumah. Iya, pasangan
itu adalah orang tuaku. Sudah lebih dari 10 tahun aku mengalami situasi seperti
ini. Ada saja yang dipermasalahkan mereka, entah masalah kecil atau besar, ada
saja suara kencang dan kata – kata kotor yang terdengar. Kali ini yang
dipermasalahkan adalah hubungan antara Ayahku dengan perempuan yang baru saja
dipacarinya. Aku mengumpat ‘dasar laki – laki enggak tau diri, bisa – bisanya Ia
berbuat seperti itu kepada istri dan anaknya. Sungguh tega.’ Aku mulai menangis,
yang lebih menjengkelkan dari semua ini adalah, Ibuku selalu bilang kepada Aku,
bahwa Aku tidak boleh membenci Ayah. Aku harus tetap menghormatinya sebagai
Ayah. Bagaimana bisa aku berbuat seperti itu, jika melihat ibuku diperlakukan dengan
tidak baik. Aku tidak bisa tidak membencinya.
Ini semua tidak adil, aku merasa dalam hubungan Ibu dan Ayahku,
Ibuku yang selalu harus terus berjuang. Ibuku yang selalu harus terus bertahan.
Seperti yang selalu dikatakan oleh Nenek dan Ibuku berulang- ulang kali
kepadaku ‘jadi perempuan harus kuat, bila nanti ada kejadian yang tidak
diinginkan kita bisa hidup dan bertahan’ Aku sangat muak dengan perkataan
seperti itu, kenapa harus selalu perempuan yang menjadi kuat dan bertahan. Memang
sih perempuan harus mandiri, tapi kalo alasannya karna takut akan terjadi
sesuatu yang menyakitkan, aku rasa bukan itu alasan yang tepat untuk perempuan
menjadi mandiri. Aku gamau jadi kuat kalo begitu, Aku gamau jadi seperti ibuku
yang terluka dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Tangisku mulai tidak
terkontrol dan biasanya jika sudah dalam situasi seperti ini Bintang selalu
memelukku, dan mencium kepala ku. Perlakuannya selalu membuatku membaik.
Aku sebelumnya memang tidak tertarik dengan sebuah hubungan,
apalagi dengan hubungan yang terikat, aku tidak mau mengalami hal yang sama
seperti Ibu dan Ayahku. Mereka telah membuat trauma didalam hidupku. Namun
pikiranku berubah setelah bertemu dengan Bintang. Aku bertemu Bintang sekitar 5
tahun lalu.
Kami bertemu disebuah halte. Saat itu hujan turun. Aku sedang
menunggu bus dihalte dan ada beberapa orang yang juga menunggu hujan berhenti. Saat
itu keadaan halte sudah mulai rusak dengan atap yang bocor, aku mencoba berdiri
diatas atap yang tidak bocor. Sama halnya dengan Bintang. Disana kami
berkenalan. Sambil menunggu hujan berhenti kami mengobrol. Uniknya lagi adalah di
halte yang sama, dihari yang berbeda aku bertemu lagi dengannya. Sepertinya
semesta sudah mengatur ini semua. Semesta membuatku mematahkan ketakutan yang
ku percaya. Semakin lama aku mengenal Bintang semakin aku menaruh hati padanya.
Aku merasa Bintang adalah sosok yang sangat berbeda dari Ayahku. Bintang mematahkan
opini bahwa laki – laki di dunia tidak sama semua. Aku jatuh cinta kepadanya.
Setelah mengingat bagaimana aku bertemu dan bersama dengan
Bintang, aku menatap langit, aku berteriak. ‘Bawa aku pergi bersamamu Bintang’ Tangisku
semakin menjadi.
Sekarang sudah tidak adalagi orang yang akan memelukku disaat
aku seperti ini. Aku frustasi. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak mengerti orang yang
aku paling sayang, tempat dimana aku bisa berkeluh - kesah, harus direnggut
semesta satu tahun lalu. Mengapa semesta terlalu jahat sampai – sampai orang
yang menjadi alasan aku bertahan hidup harus diambil. Dengan siapa lagi aku
harus berkeluh kesah, dengan siapa lagi aku harus menjalani hidup yang gelap
ini.
Sudah setahun aku berjuang menjalani hidup tanpa Bintang,
nyatanya hidupku kembali ka masa saat aku belum bertemu dengan Bintang. Aku
kembali ke hidupku yang kelam, hanya saja hidup kali ini sedkit berbeda, kenangan bersama Bintang yang masih melekat, yang semakin memberatkanku menjalani hidup. Aku butuh sosok Bintang, bukan
kenangannya. Masih dalam keadaan menangis Aku menatap bintang yang ada dilangit
berharap Bintangku mendengarkan dan menguatkanku dari sana.